Ode Bagi Yang Jauh

Ode Bagi Yang Jauh


petir menyala di dada musim hujan
sore makin remang, aku tahu kau tak akan datang.
awan berjalan,
angin kesekian telah menjauh.
kau tak akan mendengarku,
sebab petir yang menyala di dada musim hujan ini
tak pernah sampai kepadamu,
waktuku, tak pernah sama dengan waktumu
kebisuanku tak pernah kaupecahkan.
engkaulah lebah yang menyengat jantungku
kemudian terbang perlahan bagai asap rokok
yang menghilang diterpa angin pertama.

hujan,
hujan di musim ini,
mungkin tak pernah jatuh di matamu
karena matamu
menampik musim yang datang.
matamu dalam,
dingin seperti lorong bawah tanah
namun bunga dan kembang merekah
terkadang, serpihan cahaya matahari jatuh di situ
aku sering tidur dan membaca kisah cinta kuno.
tapi mengapa aku merasa jauh?
entahlah.

petir menyala lagi di dada musim hujan
sore makin remang, aku pastikan, kau tak datang.
khayalku, cerita yang hilang selepas subuh
kau tak akan mendengarku,
jarak, terasa lebih jauh dari yang kita hitung.
jika kau mendengar petir di langit musim hujanmu
bersahut-sahutan,
percayalah, bahwa itu adalah suaraku yang geram pada langit
karena tak bisa menjumpaimu
dan jika kaulihat kilatan cahaya di langitmu,
itu adalah usahaku untuk merobeknya
agar dapat keluar dari balik langit:

menjumpaimu.

(Kedaton, 2008)

Comments

Popular Posts