Kebun

Kebun


terima kasih telah memilihku sebagai kebunmu: lahan belukar yang telah melewati cuaca cerah dan muram. di tubuhku, suara-suara tumbuh dan berpinak, semakin cerlang di tebaran redup bulan. dibutuhkan keberanian serta kesabaran untuk menyingkirkan segala gulma, rumput liar, dan tumbuhan lain yang dapat menghambat harapanmu di tubuhku. juga pepohonan yang tumbang dan telah membusuk di tubuhku. aku tahu, diperlukan rasa sakit pula untuk menjadikan diriku sebagai milikmu: cangkul dan garu tentu akan melukai tubuhku. tapi aku telah siap dipinang olehmu. dan sekarang, tanyakanlah kembali kepada dirimu, apakah telah siap kau meminangku.

di dalam tubuhku akan kau hadapi kemarau yang sembunyi di balik kulitku; hawa panas akan pelan-pelan keluar, seperti hawa di mulut-mulut para penghuni musim salju. bangkai-bangkai musim yang mati di antara belukar, dan aku hanya berharap: kau masih mau menanamkan sesuatu di tubuhku; meletakkan segala harapan di dalam diriku, dan kau akan menyiramnya dalam keheningan musim gugur yang lembab, dalam beringasnya kemarau yang tak menentu. ya, aku telah mencintai segala sesuatunya yang tumbuh di diriku. tapi, jika kelak kau mengurusku dengan penuh kasih, seperti kau menyanyangi tanaman; yang telah kau gantungkan harapan di setiap dedaun serta bebuahnya, maka aku bersedia merubah tubuhku seperti keinginanmu.

ya, aku akan mengalahkan segala yang lindap di tubuhku, yang dapat menghancurkan segala tanamanmu. leburkanlah aku, seperti musim panas yang melebur pelan-pelan ke dalam musim gugur. tapi ingatlah, ketika kau meleburkan tubuhku, akan kau temukan geliat ulat, cacing-cacing, tulang-belulang hewan yang dimangsa oleh sesamanya, kayu-kayu yang merapuh, dan semut-semut hitam-merah yang berkeriap dan mengamuk karena rumahnya terbongkar. ada juga batu-batu meruncing yang menyimpan waktu di dalam tubuhnya. semak-semak menjulurkan akarnya di tubuhku. tapi sebelum lebur tubuhku, kau juga harus menghadapi ranting-ranting yang setia kepada batang dan merangkul apa saja di sekelilingnya. betapa ia menjalar bagai tangan yang telah lama menahan angan-angan untuk bersentuhan, bagai lelaki yang terpenjara, mengangan persetubuhan.

bayangkanlah pada saat itu, ular-ular juga akan merasa tergangu: keluar dari tubuhku, sambil menjululurkan lidahnya kepadamu. tebanglah pepohonan yang berdoa kepada matahari, serta cabutlah akar tunggangnya di tubuhku. agar aku tak lagi mengenang siapa yang pernah tumbuh di tubuhku dulu. ya, memang, aku bukanlah sabana yang merana, tapi aku lahan yang terkucil lantaran tubuhku terkesima kepada yang datang dan yang tumbuh.

tapi seandainya, niatmu runtuh di semak belukar dan isinya ini, aku tak akan kecewa. sebab keterpaksaan seperti halnya ujung mata pisau di kulit lehermu: yang akan melukai tubuhmu pada gerakan pertama. tidak, aku tak akan memaksa. tapi seandainya kau berkeras hati untuk menjalankan niatmu, maka akupun telah siap pula untukmu, siap untuk kau rubah menjadi apa yang kau mau: mewujudkan segala harapanmu di tubuhku, tanpa pernah merasa, bahwa aku diperalat olehmu.

(Negeri Jaya-Kotabumi, 2010)

Comments

Popular Posts