Puisi Agit Yogi Subandi

Di Antara Trotoar dan Pasar

I

“Aku mencari taman: menuliskan peristiwa yang sebentar lagi menghilang di balik wajah-wajah bergegas di trotoar dan jalan berkelok. Kelokan-kelokan yang menyimpan rahasia dan pertapa-pertapa yang lesak dan tertawan oleh dadanya yang hitam. Sekelam tengah malam.”

II

“Make-up ku meleleh di sini. Setiap lelehannya hilang dicuri asap: knalpot kendaraan. Juga jam, curam percakapan, dan bibir kekasihku. Bantu aku mencarinya, hendak kulelehkan pula dibibirmu. Mataku menyimpan restu Bagi birahimu.”

III

“Aku mencari iklan yang menungguku. Sejak kemarin, kemarinnya lagi dan kemarinnya lagi. Tapi belum pernah bertemu. Kata orang, ia belum lahir. Kata orang lagi ia sudah lahir. Tetapi di dalam mimpiku, ia telah terlahir untukku. Wajahnya tersimpan di dadaku. Aku tak mau mengatakannya, sebelum benar-benar bertemu. Tak usah kalian mencarinya. Aku sendiri yang akan mencari:

Di ujung sengat matahari.”

IV

“Tak ada yang mengajakku lagi ke sungai. Manusia mengantri masuk televisi. Dulu, kekasihku sering mengajakku duduk di pinggir sungai. Mencari gigil asmara. Mengenang malka dan jazirah.

Tapi, kini asmaraloka di dalam telepon genggam.
Aku kehilangan diri di tiap jarum jam.”

V

Malam.
Rumah menarik segala titik bunyi dan titik percakapan ke dalam ruang tamu, kamar mandi, kamar tidur dan dapur-dapur.

VI

Tengah malam.
Jalan menyusun dirinya kembali. Tangannya melempar segala umpat ke jendela-jenela rumah. Lalu ia tidur dengan mata tetap terjaga.

(Tanjung Karang, 2008)

Comments

Popular Posts