kamar dan Melankolia

Puisi Agit Yogi Subandi


Sajak kamar


masih kuingat namamu

dari puluhan tahun lalu

yang bereingkarnasi

menjelma guci


guci yang tak mengucap selamat datang

atau berkata selamat malam

meski kautahu, tubuhku kuyup oleh perjalanan

yang tak menuntaskan rindu bagimu yang pualam


lalu meja, ranjang, dan langit kamar

sibuk membicarakan engkau

juga pena dan kertas yang jembar:

iklas menerima sengau galau dari dadaku


kamar melahirkan seribu desis ular

mata cemas menangkap tubuhmu yang tak lagi bersandar

ratusan peristiwa beterbangan:

seperti iblis yang hendak menikam


muntahlah segala umpat dan laknat

bagi tubuhmu yang tak terengkuh oleh tangan:

betapa engkau sediam batu di tepian sungai coklat

yang menyaksikan ranting ngambang menuju pengasingan


o, masih kuingat namamu dari kamarku

tapi kautak kan kembali

hanya namamu yang utuh dibenakku

karena jasad melebur di bawah tanah sepi:


yang mungkin,


hanya engkau yang berani


menghuni


(2008)



Melankolia Kota


pernahkah engkau kusyuk pada pertemuan?


sementara telingamu dijejali sejuta lagu luka,

tubuhmu diselimuti lampu gemerlap fana


orang-orang menerka-nerka rencana

tapi kota terlalu sesak untuk menyimpan pertemuan


perpisahan seperti bangsal yang menyimpan kematian

apa yang mesti kita simpan, kecuali kenangan?


ayolah rencanakan pertemuan di kebun binatang

agar kita tentram dengan kicau burung di pangkal pepohonan


di sanalah kita dapat kembali mengingat ringkik kuda

yang kesepian ditinggal pengunjung


auman harimau yang pura-pura menakutimu

juga lutung yang hendak menggapai pundakmu


lalu kau diam. tapi helai-helai daun di batang akasia pinggir jalan

bergoyang-goyang lantaran digoda angin nakal tak mau diam


suara-suara tak mau menepi sedikitpun

tak ada rumput yangmerunduk:


tempatku biasa memalingkan pandang

dari sesuatu yang berjejal


siapa yang akan mencatat pertemuan?

bahkan kota lupa nama kita


pernahkah engkau kusyuk pada pertemuan?


ah, aku sungkan padamu:

karena kautak mendengarkanku.


(Tanjungkarang/Kedaton, 2008)

Comments

Popular Posts